Selain adanya ketentuan mengenai putusan yang berkekuatan hukum tetap di atas, hukum perkawinan Islam mengenal adanya masa iddah atau idah. KBBI mengartikan masa idah adalah masa tunggu (belum boleh menikah) bagi wanita yang berpisah dengan suami, baik karena ditalak maupun bercerai mati.
Ketentuan masa iddah sendiri diatur dalam Pasal 153 ayat (2) KHI, yang aturannya menjelaskan ketentuan sebagai berikut.
- Apabila perkawinan putus karena kematian, walaupun qobla al dukhul, waktu tunggu ditetapkan 130 hari.
- Apabila perkawinan putus karena perceraian, waktu tunggu bagi yang masih haid ditetapkan 3 kali suci dengan sekurang-kurangnya 90 hari, dan bagi yang tidak haid ditetapkan 90 hari.
- Apabila perkawinan putus karena perceraian sedang janda tersebut dalam keadaan hamil, waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan.
- Apabila perkawinan putus karena kematian, sedang janda tersebut dalam keadaan hamil, waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan.
Ketentuan mengenai masa iddah tersebut tidak berlaku bagi wanita yang perkawinannya putus qobla al dukhul dan perkawinannya putus bukan karena kematian suami.
Seorang pria dilarang menikah dengan wanita yang masih berada dalam masa iddah dengan pria lain.
Adapun tenggang masa iddah perempuan cerai dihitung sejak jatuhnya putusan Pengadilan Agama yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
Berdasarkan hal-hal di atas dapat disimpulkan bahwa, perceraian dianggap telah terjadi beserta segala akibat-akibatnya terhitung sejak jatuhnya putusan Pengadilan Agama yang telah berkekuatan hukum tetap. Akta cerai kemudian menjadi bukti autentik adanya putusan berkekuatan hukum tetap tersebut. Selain itu, wanita hanya dapat menikah kembali jika ia telah memenuhi ketentuan masa tunggu atau masa iddah sejak putusan tersebut.
Dengan demikian, menurut hemat kami, penggunaan surat resi cerai untuk perkawinan bagi wanita muslim yang baru bercerai tidak dimungkinkan. Dalam hal ini kami asumsikan bahwa resi cerai yang Anda maksud adalah bukti pencatatan perceraian yang disinggung dalam Pasal 34 ayat (2) PP 9/1975 di atas.
Demikian jawaban kami terkait masa iddah perempuan cerai sebagaimana ditanyakan, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama;
- Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama;
- Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama;
- Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
- Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.
Referensi:
Idah, yang diakses pada Kamis, 26 September 2024, pukul 16.22 WIB.
[1] Pasal 64 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
[2] Pasal 153 ayat (1) Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (“KHI”)
[3] Pasal 40 huruf b KHI
Tidak ada komentar
Posting Komentar